Dokter Amerika Masuk Islam Karena Satu Ayat al Qur’an

Dokter Amerika Masuk Islam Karena Satu Ayat al Qur’an

https://i0.wp.com/matanews.com/wp-content/uploads/dokter2.jpg

Beberapa tahun yang lalu, seorang teman bercerita kepadaku tentang kisah masuknya seorang dokter Amerika ke dalam Islam. Dari apa yang kuingat dari kisah yang indah ini adalah: Kisah ini terjadi pada salah satu rumah sakit di Amerika Serikat.

Di rumah sakit tersebut, seorang dokter muslim bekerja dengan keilmuan yang sangat baik, sehingga memberi pengaruh besar untuk mengenal beberapa dokter Amerika. Dan dia, dengan kemampuan tersebut mengundang decak kagum mereka. Diantara para dokter Amerika ini, dia mempunyai satu teman akrab yaitu orang yang memiliki kisah ini. Mereka berdua selalu bertemu dan keduanya bekerja pada bagian persalinan.

Pada suatu malam, di rumah sakit tersebut terjadi dua peristiwa persalinan secara bersamaan. Setelah kedua wanita itu melahirkan, dua bayi tersebut tercampur dan tidak ada yang mengetahui masing-masing pemilik kedua bayi yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan itu. Kerancuan ini terjadi disebabkan kecerobohan perawat yang seharusnya dia menulis nama ibu pada gelang yang diletakkan di tangan kedua bayi tersebut. Dan ketika kedua dokter tersebut tahu bahwa mereka berada dalam kebingungan; Siapakah ibu bayi laki-laki dan siapakah ibu bayi perempuan, maka dokter Amerika berkata kepada dokter Muslim, “Engkau mengatakan bahwasanya Al-Quran telah menjelaskan segala sesuatu dan engkau mengatakan bahwasanya Al-Quran itu mencakup semua permasalahan-permasalahan apapun. Maka tunjukkanlah kepadaku cara mengetahui siapa ibu dari masing-masing bayi ini …!!”

Dokter Muslim itupun menjawab, “Ya, Al-Quran telah menerangkan segala sesuatu dan akan aku buktikan kepadamu tentang hal itu. Biarkan kami mendiagnosa ASI kedua ibu dan kami akan menemukan jalan keluar.” Setelah nampak hasil diagnosa, dengan sangat percaya diri dokter muslim itu memberitahu temannya si dokter Amerika, siapakah ibu sebenarnya dari masing-masing bayi tersebut …!!

Dokter Amerika itupun terheran heran dan bertanya, “Bagaimana kamu tahu?”

Dokter Muslim menjawab, “Sesungguhnya hasil yang nampak menunjukkan bahwasanya kadar banyaknya ASI pada payudara ibu si bayi laki-laki dua kali lipat kandungannya dibandingkan ibu si bayi perempuan. Perbandingan kadar garam dan vitamin pada asi si ibu bayi laki-laki itu juga dua kali lipat dibanding ibu si bayi perempuan.” Kemudian dokter Muslim tersebut membacakan ayat Al-Quran yang dia jadikan dasar argumen dari jalan keluar itu,

{لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ اْلأُنْثَيَيْنِ }.

“Bagi laki laki seperti bagian dua perempuan.”

Dan setelah mendengarkan dokter Amerika itu arti ayat tersebut, dia jadi bengong, dan dia menyatakan keislamannya secara spontan tanpa ragu ragu. Maha Suci Allah Rabb semesta alam.

Sumber: http://qiblati.com/dokter-amerika-masuk-islam-karena-satu-ayat.html

Kisah Tentang Pendeta Roma Yang Masuk Islam

Kisah Tentang Pendeta Roma Yang Masuk Islam

Oleh: Amjad bin Imron Salhub

Segala puji bagi Allah. Semoga shalawat serta salam tetap terlimpahkan atas Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya, serta siapa saja yang mengikuti sunnahnya dan menjadikan ajarannya sebagai petunjuk sampai hari kiamat.

Sejarah Islam, baik yang dulu maupun sekarang senantiasa menceritakan kepada kita, contoh-contoh indah dari orang-orang yang mendapatkan petunjuk, mereka memiliki semangat yang begitu tinggi dalam mencari agama yang benar. Untuk itulah, mereka mencurahkan segenap jiwa dan mengorbankan milik mereka yang berharga, sehingga mereka dijadikan permisalan, dan sebagai bukti bagi Allah atas makhluk-Nya.

Sesungguhnya siapa saja yang bersegera mencari kebenaran, berlandaskan keikhlasan karena Allah Ta’ala, pasti Dia Azza wa Jalla akan menunjukinya kepada kebenaran tersebut, dan dapat dianugerahkan kepadanya nikmat terbesar di alam nyata ini, yaitu kenikmati Islam. Semoga Allah merahmati Syaikh kami Al-Albani yang sering mengulang-ngulangi perkataan.

“Segala puji bagi Allah atas nikmat Islam dan As-Sunnah”.

Diantara kalimat mutiara ulama salaf adalah.:
“Sesungguhnya diantara nikmat Allah atas orang ‘ajam dan pemuda adalah, ketika dia beribadah bertemu dengan pengibar sunnah, kemudian dia membimbingnya kepada sunnah Rasulullah.

Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya”.

Inilah kalimat tauhid, kalimat yang baik dan kunci surga. Kalimat inilah stasiun pertama dari jalan panjang yang penuh dengan onak dan duri, kalimat taqwa bukanlah kalimat yang mudah bagi seseorang insan yang ingin menggerakkan lisannya untuk mengucapkannya, demikian juga ketika dia ingin mengeluarkannya dari hatinya yang paling dalam. Karena, ketika seorang insan ingin mengeluarkannya dari hatinya yang paling dalam, maka dia harus mengetahui terlebih dahulu, bahwa kalimat itu keluar dengan seizin Allah Ta’ala.

Demikianlah yang dialami oleh Ibrahim (dulu bernama Danial) –semoga Allah memerliharanya, meluruskannya diatas jalan keistiqomahan, serta menutup lembaran hidupnya diatas Islam-

Inilah dia yang akan menceritakan kepada kita, bagaimana dia meninggalkan agama kaumnya (Nasrani) menuju Islam, dan bagaimana dia telah mengorbankan kekayaan ayahnya serta kemewahan hidupnya, di suatu jalan (hakekat terbesar), demi mencari kebebasan akal dan jiwa.

Ibrahim (dulu bernama Danial) –semoga Allah memeliharanya, dan mengokohkannya diatas jalan keistiqomahan- menceritakan :

Saya adalah seorang lelaki dari keluarga Roma, seorang anak dari keluarga kaya, semasa kecil, saya hidup dengan kemewahan dan kemakmuran. Demikianlah, kulalui masa kecilku. Ketika masa remajapun, saya banyak menghabiskan waktu dengan kemewahan bersama teman-temanku, ketika itu saya memiliki sebuah mobil mewah dan uang, sehingga saya bisa memiliki segala sesuatu dan tidak pernah kekurangan.

Akan tetapi sejak kecil, saya senantiasa merasa bahwa dalam kehidupan ini ada yang kurang, dan saya yakin bahwa ada sesuatu yang salah di dalam hidupku, serta suatu kekosongan yang harus kupenuhi, karena semua sarana kehidupan ini bukanlah tujuanku.

Saya mulai tertarik dengan agama, dan mulailah kubaca Injil, pergi ke gereja, serta kusibukkan diriku dengan membaca buku-buku agama Kristen. Dari buku-buku yang kubaca tersebut, mulai kudapatkan sebagian jawaban atas berbagai pertanyaannku, akan tetapi tetap saja belum sempurna

Dahulu saya bangun pagi setiap hari dan pergi ke pantai, saya merenungi laut sambil membaca buku-buku dan shalat Setelah dua bulan dari permulaan hidupku ini, saya merasa mantap bahwa saya tidak mampu terus menerus menjalani hidupku seperti biasanya setelah beragama. Ketika itu, saya mendatangi ayahku dan kukabarkan kepadanya bahwa saya tidak bisa melanjutkan bekerja dengannya, saya juga pergi mendatangi ibu dan saudara-saudariku dan kukabarkan kepada mereka bahwa saya telah mengambil keputusan untuk meninggalkan mereka

Kemudian kusiapkan tasku lalu naik kereta tanpa kuketahui ke mana saya hendak pergi, hingga saya tiba di kota Polon, kemudian saya masuk ke Ad-Dir [1] disana, lalu naik gunung yang tinggi. Saya menetap di gunung selama kira-kira sebulan, saya tidak berbicara dengan siapapun, saya hanya membaca dan beribadah.

Sekitar tiga tahun, saya senantiasa berpindah-pindah dari satu Ad-Dir ke Ad-Dir yang lain, saya membaca dan beribadah, kebalikannya para pendeta yang tidak bisa meninggalkan Ad-Dir mereka, karena saya tidak pernah memberikan janji untuk menjadi seorang pendeta di suatu Ad-Dir tertentu, dan janji tersebut akan menghalangiku untuk keluar masuk darinya.

Setelah itu, saya memutuskan untuk berkelilng ke berbagai negeri, maka saya memulai perjalanan panjangku dari Italia melalui Slovania, Hungaria, Nimsa, Romania, Bulgaria, Turki, Iran, Pakistan, dari sana menuju India. Semua perjalanan ini saya tempuh melalui jalur darat. Saya mendengar suara adzan di Turki, dan saya sudah pernah mendengarnya di Kairo (Mesir) pada perjalananku sebelumnya, akan tetapi kali ini sangat terkesan, sehingga saya mencintai

Dalam perjalanan pulang, saya bertemu dengan seorang muslim Syi’ah di perbatasan Iran dan Pakistan, dia dan temannya menjamuku dan mulai menjelaskan kepadaku tentang Islam versi Syi’ah. Keduanya menyebutkan Imam Duabelas dan mereka tidak menjelaskan kepadaku tentang Islam dengan sebenarnya, bahkan mereka memfokuskan pada ajaran Syi’ah dan Imam Ali Radhiyallahu ‘anhu, serta tentang penantian mereka terhadap seorang Imam yang ikhlas, yang akan datang untuk membebaskan manusia.

Semua diskusi tersebut sama sekali tidak menarik perhatianku, dan saya belum mendapatkan jawaban atas berbagai pertanyaanku dalam rangka mencari hakekat kebenaran. Orang Syi’ah itu menawarkan kepadaku untuk mempelajari Islam di kota Qum, Iran, selama tiga bulan tanpa dipungut biaya, akan tetapi saya memilih untuk melanjutkan perjalananku dan kutinggalkan mereka.

Kemudian saya menuju India, dan ketika saya turun dari kereta, pertama yang kulihat adalah manusia yang membawa kendi-kendi di pagi hari sekali dengan berlari-lari kecil menuju kedalam kota, maka kuikuti mereka dan saya melihat mereka berthowaf mengelilingi sapi betina yang tebuat dari emas, ketika itu saya sadar bahwa India bukanlah tempat yang kucari.

Setelah itu, saya kembali ke Italia dan dirawat di rumah sakit selama sebulan penuh, hampir saja saya meninggal dikarenakan penyakit yang saya derita ketika di India, akan tetapi Allah telah menyelamatkanku, Alhamdulillah.

Saya keluar dari rumah sakit menuju rumah, dan mulailah saya berfikir tentang langkah-langkah yang akan saya ambil setelah perjalanan panjang ini, maka saya memutuskan untuk terus dalam jalanku mencari hakekat kebenaran. Saya kembali ke Ad-Dir dan mulailah kujalani kehidupan seorang pendeta di sebuah Ad-Dir di Roma. Pada waktu itu saya telah diminta oleh para pembesar pendeta disana untuk memberikan kalimat dan janji. Pada malam itu, saya berfikir panjang, dan keesokan harinya saya memutuskan untuk tidak memberikan janji kepada mereka lalu kutinggalkan Ad-Dir tersebut.

Saya merasa ada sesuatu yang mendorongku untuk keluar dari Ad-Dir, setelah itu saya menuju Al-Quds karena saya beriman akan kesuciannya. Maka mulailah saya berpergian menuju Al-Quds melalui jalur darat melewati berbagai negeri, sampai akhirnya saya tiba di Siria, Lebanon, Oman dan Al-Quds, saya tinggal disana seminggu, kemudian saya kembali ke Italia, maka bertambahlah pertanyaan-pertanyaanku, saya kembali ke rumah lalu kubuka Injil.

Pada kesempatan ini, saya merasa berkewajiban untuk membaca Injil dari permulaannya, maka saya memulai dari Taurat, menelusuri kisah-kisah para nabi bani Israel. Pada tahap ini mulai nampak jelas di dalam diriku makna-makna kerasulan hakiki yang Allah mengutus kepadanya, mulailah saya merasakannya, sehingga muncullah berbagai pertanyaan yang belum saya dapatkan jawabannya, saya berusaha menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut dari perpustakaanku yang penuh dengan buku-buku tentang Injil dan Taurat.

Pada saat itu, saya teringat suara adzan yang pernah kudengar ketika berkeliling ke berbagai negeri serta pengetahuanku bahwa kaum muslimin beriman terhadap Tuhan yang satu, tiada sesembahan yang berhak disembah selain Dia. Dan inilah yang dulu saya yakini, maka saya berkomitmen : Saya harus berkenalan dengan Islam, kemudian mulailah ku-kumpulkan buku-buku tentang Islam, diantara yang saya miliki adalah terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Italia, yang pernah saya beli ketika berkeliling ke berbagai negeri.

Setelah kutelaah buku-buku tersebut, saya berkesimpulan bahwa Islam tidak seperti yang dipahami oleh mayoritas orang-orang barat, yaitu sebagai agama pembunuh, perampok dan teroris. Akan tetapi yang saya dapati adalah Islam itu agama kasih sayang dan petunjuk, serta sangat dekat dengan makna hakiki dari Taurat dan Injil.

Kemudian saya putuskan untuk kembali ke Al-Quds, karena saya yakin bahwa Al-Quds adalah tempat turunnya kerasulan terdahulu, akan tetapi kali ini saya menaiki pesawat terbang dari Italia menuju Al-Quds. Saya turun di tempat turunnya para pendeta dan peziarah dibawah panduan hause bus Armenia di daerah negeri kuno. Di dalam tasku, saya tidak membawa sesuatu kecuali sedikit pakaian, terjemahan Al-Qur’an, Injil dan Taurat, kemudian saya mulai membaca lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi, saya membandingkan kandungan Al-Qur’an dengan isi Taurat dan Injil, sehingga saya berkesimpulan bahwa kandungan Al-Qur’an sangat dekat dengan ajaran Musa dan Isa ‘Alaihis salam yang asli

Selanjutnya saya mulai berdialog dengan kaum muslimin untuk menanyakan kepada mereka tentang Islam, sampai akhirnya saya bertemu dengan sahabatku yang mulia Wasiim Hujair, kami berbincang-bincang tentang Islam. Saya juga banyak bertemu dengan teman-teman, mereka menjelaskan kepada saya tentang Islam. Setelah itu, saudara Wasiim mengatakan kepadaku bahwa dia akan mengadakan suatu pertemuan antara saya dengan salah seorang da’i dari teman-temannya para da’i.

Pertemuan itu berlangsung dengan saudara yang mulia Amjad Salhub, kemudian terjadilan perbincangan yang bagus tentang agama Islam. Diantara perkara yang paling mempengaruhiku adalah kisah sahabat yang mulia, Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu, karena didalamnya ada kemiripan dengan ceritaku tentang pencarian hakekat kebenaran.

Kami berkumpul lagi dalam pertemuan yang lain dengan saudara Amjad beserta teman-temannya, diantaranya Fadhilatusy Syaikh Hisyam Al-Arif Hafidhohullah, maka berlangsunglah dialog tentang Islam dan keagungannya, kebetulan ketika itu saya memiliki beberapa pertanyaan yang kemudian dijawab oleh Syaikh.

Setalah itu, saya terus menerus berkomunikasi dengan saudara Amjad yang dengan sabar menjelaskan jawaban atas mayoritas pertanyaan-pertanyaannku. Pada saat seperti itu di depan saya ada dua pilihan, antara saya mengikuti kebenaran atau menolaknya, dan saya sama sekali tidak sanggup menolak kebenaran tersebut setelah saya meyakini bahwa Islam adalah jalan yang benar.

Pada saat itu juga, saya merasakan bahwa waktu untuk mengucapkan kalimat tauhid dan syahadat telah tiba. Ternyata tiba-tiba saudara Amjad mendatangiku bertepatan dengan waktu dikumandangkannya adzan untuk shalat dhuhur. Waktu itu benar-benar telah tiba, sehingga tiada pilihan bagiku kecuali saya mengucapkan.

“Asyhadu An Laa Ilaha Illallahu Wa Anna Muhammadan Rasulullah”

Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.

Maka serta merta saudara Amjad memeluku dengan pelukan yang ramah, seraya memberikan ucapan selamat atas ke-Islamanku, kemudian kami sujud syukur sebagaimana ungkapan terima kasih kepada Allah atas anugerah nikmat ini. Kemudian saya diminta mandi [2] dan berangkat ke Masjid Al-Aqsho untuk menunaikan shalat dhuhur.

Di tempat tersebut setelah shalat, saya menemui jama’ah shalat dengan syahadat, yaitu persaksian kebenaran dan tauhid yang telah Allah anugerahkan kepadaku. Setelah saya mengetahui bahwa siapa saja yang masuk Islam wajib baginya berkhitan, maka segala puji dan anugerah milik Allah, saya tunaikan kewajiban berkhitan tersebut sebagai bentuk meneladani bepaknya para nabi, yaitu Ibrahim Alaihis sallam yang melakukan khitan pada usia 80 tahun.[3]

Itulah diriku, saya telah memulai hidup baru dibawah naungan agama kebenaran, agama yang penuh dengan kasih sayang dan cahaya. Saya senantiasa menuntut ilmu agama dari kitab Allah Ta’ala dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan manhaj salaf (pendahulu) umat ini, dari kalangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum beserta siapa saja yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat.

Segala puji bagi Allah atas anugerah Islam dan As-Sunnah.

[Dialihbahasakan oleh Abu Zahro Imam Wahyudi Lc dari majalah Ad-Da’wah As-Salafiyah – Palestina edisi Perdana, Muharram 1427H halaman 21-24]

[Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Vol 5 No 3 Edisi 27 – Shafar 1428H. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya, Alamat Jl Sidotopo Kidul No. 51 Surabaya]
__________
Foote Note
[1]. Ad-Dir = Istilah untuk gereja yang terpencil di pedalaman.
[2]. Sebagaimana hadits Qoish bin Ashim, beliau menceritakan : “ Ketika beliau masuk Islam. Rasulullah memerintahkannya untuk mandi dengan air yang dicampur bidara” [HR An-Nasari, At-Tummudzi dan Abu Daud. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa no. 128]
[3]. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ibrahim berkhitan ketika umur 80 tahun dengan “Al-Qoduum” (nama alat atau tempat)” [HR Al-Bukhari 3356 dan Muslim 2370]

Sumber: http://www.almanhaj.or.id

Bibel Tak Masuk Akal, Buktinya Penginjil Tak Bisa Memahami Bibel

Bibel Tak Masuk Akal, Buktinya Penginjil Tak Bisa Memahami Bibel

Mengkritisi Buku Penodaan Islam di Gramedia (8)

Pola pikir evangelis Curlt Fletemier dalam buku hujatan Islam yang dijual di Gramedia ini memang sangat aneh dan rancu.

Setelah dengan congkaknya menghina Al-Qur’an sebagai kitab suci yang tidak sesuai bagi orang yang berakal dan berperikemanusiaan, Curlt lantas memuji Bibel setinggi langit sebagai kitab yang penuh ajaran kasih, damai, sejahtera, penuh roh Kudus, dan hikmat Tuhan.

Setelah itu, tiba-tiba pada halaman yang sama, Curlt yang notabene sarjana teologi ini mengakui dengan jujur bahwa ia SAMA SEKALI TIDAK MENGERTI terhadap ayat-ayat perang dalam kitab Perjanjian Lama (PL). Perhatikan kutipan berikut:

“Memang patut diakui  bahwa  umat Israel pernah melancarkan perang di dalam  Perjanjian Lama. Yosua 621,  Bilangan 31,  dan I Raja-raja  18:40  adalah contoh-contohnya. Mengapa Tuhan memerintahkan umat Israel membunuh setiap orang laki-laki, perempuan dan anak-anak?  Saya sama sekali tidak  mengerti…” (hlm 26).

Jika Curlt meyakini bahwa kitab Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama diinspirasikan oleh Tuhan yang sama, mengapa ia memuji Perjanjian Baru tapi mendiskreditkan Perjanjian Lama? Aneh!

Dan Curlt semakin tidak bisa mengerti terhadap hukum perang dalam Perjanjian Lama bila membaca ayat-ayat berikut:

“Maka sekarang bunuhlah semua laki-laki di antara anak-anak mereka, dan juga semua perempuan yang pernah bersetubuh dengan laki-laki haruslah kamu bunuh. Tetapi semua orang muda di antara perempuan yang belum pernah bersetubuh dengan laki-laki haruslah kamu biarkan hidup bagimu” (Bilangan 31: 17-18).

Dalam kitab yang mengajarkan hukum peperangan ini, Tuhan memberikan aturan aneh, yaitu orang yang harus dibunuh adalah laki-laki dan perempuan yang sudah pernah bersetubuh. Sedangkan perempuan yang belum pernah bersetubuh (perawan), boleh diambil bagi mereka. Tentara manapun akan kesulitan mengamalkan ayat ini. Betapa repotnya melakukan pengetesan terhadap para wanita untuk memisahkan wanita yang sudah pernah bersetubuh dengan wanita yang masih perawan? Lantas bagaimana pula cara memisahkan pria yang sudah pernah bersetubuh dengan pria yang masih perjaka?

Ternyata evangelis Curlt Fletemier menghina Al-Qur’an, hanya untuk menutupi kelemahan Bibel yang tak masuk akal dan tak bisa dimengerti. Jika tak pandai menari, sebaiknya Curlt jangan mengatakan lantai berjungkit!! [A. Ahmad Hizbullah MAG/voa-islam.com]

Kitab yang Tidak Masuk Akal itu Bibel, Bukan Al-Qur’an

Kitab yang Tidak Masuk Akal itu Bibel, Bukan Al-Qur’an

Mengkritisi Buku Penodaan Islam di Gramedia (7)

Pada bab “Alkitab dan Al-Qur’an” buku Sang Putra dan Sang Bulan, evangelis Curt Fletemier memaralelkan ayat-ayat Bibel dan Al-Qur’an yang dipilih secara acak, lalu membandingkannya sedemikian rupa sesuai kemauannya. Dengan melepaskan dari konteks ayat (munasabatul ayat), Curlt mengomentari ayat-ayat seenaknya untuk mengesankan Bibel jauh lebih hebat daripada Al-Qur’an.

Setelah mengutip Injil Matius 5:43-44, Curlt mengutip beberapa ayat untuk membandingkan pandangan Al-Qur’an dan Bibel mengenai perang. Ayat Al-Qur’an yang dikutip antara lain: surat Al-Baqarah 216, Al-Ma’idah 33, dan At-Tahrim 9. Sedangkan ayat Bibel yang dikutip antara lain: Lukas 6:35, Yohanes 18:36, dan 2 Korintus 10:3-5.

Terhadap ayat-ayat Al-Qur’an di atas, Curl berkomentar negatif: “Ini jelas merupakan pernyataan perang  yang sangat agresif.  Sifatnya menyerang…. Namun tentu saja, orang-orang Muslim  biasa yang  mempunyai akal  sehat dan  yang tinggi nilai  kemanusiaannya, akan mengabaikan saja ayat-ayat semacam ini,” (hlm 26).

Pernyataan ini jelas melecehkan Al-Qur’an sebagai kitab yang tidak cocok bagi Muslim yang berakal sehat dan berperikemanusiaan.

Ayat-ayat perang dalam Al-Qur’an adalah syariat yang indah dan masuk akal. Dalam surat Al-Baqarah 216 Allah mensyariatkan kewajiban berperang, meskipun syariat ini dibenci kebanyakan manusia. Karena setiap manusia pasti memimpikan kedamaian yang jauh dari perang, konflik dan pertumpahan darah.

Tapi dalam kondisi tertentu, perang dan pertumpahan darah justru diwajibkan untuk mewujudkan perdamaian, membela kaum tertindas, menumpas kejahatan dan kezaliman. Kepada penjajah yang terlebih dahulu melakukan penyerangan dan penganiayaan, maka Allah mewajibkan angkat senjata memerangi mereka.

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu” (Qs Al-Hajj 39).

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (Qs Al-Baqarah 190).

Dalam  ayat tersebut perlu digarisbawahi bahwa syariat perang ada aturan mainnya, antara lain tidak boleh dilakukan secara brutal melampaui batas. Jihad perang tetap menjunjung tinggi akhlak mulia, keadilan, kemanusiaan dan kedamaian. Beberapa syariat perang yang tidak boleh dilanggar, antara lain: tidak membunuh wanita dan anak-anak (hadits Muttafaq Alaih), tidak boleh membakar, menyiksa dan memotong-motong anggota tubuh, merusak pepohonan (HR Bukhari), dll.

Ayat-ayat syariat perang dalam Al-Qur’an itu dikesankan sadis, bengis, tidak berperikemanusiaan dan bertentangan dengan akal, karena digambarkan bila berlaku dalam kondisi apapun, termasuk kondisi damai. Ini adalah distorsi yang disengaja oleh penginjil.

Padahal, ayat-ayat Al-Qur’an itu tidak bisa dilepas dari konteksnya. Dalam kondisi damai, maka ayat yang berlaku adalah ayat-ayat perdamaian. Sebaliknya dalam kondisi perang, ayat yang  harus diberlakukan adalah ayat perang, bukan ayat damai.

Pada situasi damai, ayat yang berlaku adalah ayat perdamaian: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu” (Qs Al-Mumtahanah 8).

Sedangkan dalam situasi perang, Allah memberlakukan syariat angkat senjata terhadap musuh yang terlebih dahulu melancarkan peperangan: “Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim” (Qs Al-Mumtahanah 9).

…Keindahan syariat perang inilah yang tidak dimiliki Alkitab (Bibel). Dua bagian Bibel…

Berdasarkan firman Allah SWT tersebut, maka ayat-ayat yang berkaitan dengan situasi damai harus diterapkan dalam situasi damai, jangan diberlakukan pada situasi perang. Sebaliknya, ayat-ayat yang berkaitan dengan situasi perang harus diperlakukan dalam situasi perang, jangan diberlakukan dalam situasi damai.

Keindahan syariat perang inilah yang tidak dimiliki Alkitab (Bibel). Dua bagian Bibel, Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mengajarkan konsep yang sangat bertentangan secara ekstrem.

Dalam Perjanjian Lama (Ulangan 20:1-20), Tuhan mewajibkan peperangan dalam satu perikop (bab) khusus yang disebut dengan “Hukum Perang.” Disebutkan bahwa dalam penyerbuan kepada musuh, terlebih dahulu harus ditawarkan perdamaian. Jika musuh menerima berdamai, maka musuh tersebut harus dijadikan sebagai budak pekerja rodi. Tapi jika musuh tidak mau berdamai, maka harus dikepung dan diperangi habis-habisan. Seluruh penduduk laki-laki harus ditumpas dengan pedang, sedang anak-anak, wanita dan hewan-hewannya boleh dijarah dan dirampas sebagai harta rampasan perang. Untuk beberapa suku lainnya, maka semua yang bernafas harus ditumpas.

….Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mengajarkan konsep yang sangat bertentangan secara ekstrem…

“Tetapi dari kota-kota bangsa-bangsa yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, janganlah kau biarkan hidup apapun yang bernafas, melainkan harus kau tumpas sama sekali” (Ulangan 20: 16-17).

Dibandingkan dengan syariat perang dalam Al-Qur’an yang begitu indah, siapapun akan menilai bahwa hukum peperangan dalam Bibel itu sangat sadis dan tak kenal kemanusiaan.

Sementara dalam Perjanjian Baru, Bibel mengajarkan konsep yang sangat ekstrem dengan melarang segala bentuk perlawanan, termasuk perang melawan penjahat, penjajah dan orang-orang zalim. Yesus dalam Injil memerintahkan kepasrahan total kepada penjahat.

“Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu(Matius 5: 39, Lukas 6: 27-29).

Bisa dibayangkan bila ajaran kepasrahan buta dalam Bibel itu dipraktikkan. Betapa kacaunya stabilitas keamanan bila kejahatan tidak boleh dilawan.  Betapa bahagianya penjahat, penjajah dan orang-orang zalim, karena kejahatan mereka tidak ada yang melawan. Yang jahat makin jahat, yang zalim makin zalim, dan yang lemah makin tertindas bila ayat ini diamalkan.

Ayat ini tidak relevan di segala zaman, sehingga Dr FF Bruce, profesor studi Kritik Alkitab dan Eksegese di Manchester mengakui dengan jujur: “Ini merupakan perkataan keras dalam arti bahwa perkataan ini menetapkan sebuah tindakan yang tidak lazim bagi kita”. (The Hard Saying of Jesus, hal. 62).

….para pakar bibliologi Katolik memvonis ayat yang bertentangan dengan akal sehat ini sebagai ayat palsu…

Tak perlu repot-repot berpolemik, para pakar bibliologi Katolik memvonis ayat yang bertentangan dengan akal sehat ini sebagai ayat palsu: “Matius 5:39, melawan orang yang berbuat jahat kepadamu tidak ada dalam naskah Yunani” (Pengantar dan Catatan Kitab Suci Perjanjian Baru, hlm 32).

Jelaslah, betapa indahnya syariat jihad dan perang dalam Al-Qur’an. Semakin jelas pula ajaran Bibel yang tidak masuk akal, karena terdapat penyisipan (insersi) ayat-ayat tambahan. Bersambung [A. Ahmad Hizbullah MAG/voa-islam.com]